ilustrasi |
Setelah saya membeli tiket, saya menunggu di peron tujuan Bogor sambil membaca Supernova terbaru dari Dee. Belum begitu lama saya menekuri buku yang bagi saya ternyata tidak terlalu menarik itu, saya terganggu oleh suara kumpulan orang yang bergerombol di sisi lain stasiun, entah apa yang ada di pikiran saya waktu itu, saya pun turut ke kumpulan orang-orang tersebut.
Innalillah..... ada dua orang anak kecil yang terkapar lemas dengan mulut berbusa. di samping mereka, ada seorang perempuan setengah baya, yang ternyata adalah ibu dari kedua anak tersebut. Ibu itu hanya menangis berteriak "Astaghfirulloh, Alloh.. Alloh..., anak ku, anak ku..." berulang-ulang.
Beberapa orang berusaha menenangkan ibu tersebut, sedang yang lainnya sibuk memeriksa kondisi dua anaknya.
Saya kembali ke tempat duduk saya dengan kumpulan pertanyaan dan berbagai kemungkinan jawaban. Belum sempat saya menyelesaikan pertanyaan dan jawaban dari hati ini, seorang ibu penjual pecel & mie goreng di samping tempat duduk
saya berkata kepada orang-orang disekitarnya, "Gue kirain tuh anak bo'ongan kagak punya duit, eh, tau-taunya tuh anak dua malah minum baygon. Tau gitu, gue kasih gratis deh nih mie, kagak usah bayar! Gue jadi ngerasa dosa ini mah!".
Lalu ada tukang buah yang menimpali, "Makanya, jangan pelit-pelit luh! Pan kita sama-sama orang susah. Tau nggak luh? Katanya tuh bocah dua bunuh diri minum baygon saking lapernya, mending mati kali daripada laper!". "Lah, mana gue tau klo tuh anak nggak bo'ong. Nah elu tau ndiri disini banyak yang ngaku-ngaku belon makan, klo tiap orang yang ngaku laper gue kasih gratisan, bangkrut dong gue!", bela si ibu.
Dengan seksama saya ikuti percakapan si tukang buah dan ibu
penjual mie yang memakai bahasa betawi pinggiran tersebut.
Ternyata, dua orang anak yang mencoba bunuh diri itu sebelumnya datang ke ibu penjual mie. Mereka hanya punya uang 300 rupiah, dan mengaku bahwa dari kemarin sore mereka belum makan nasi. Mereka meminta kepada si ibu penjual mie, agar dapat di berikan nasi dan mie dengan uang 300 rupiah. Namun, penjual mie tersebut bilang, mie dan nasi itu harganya dua ribu, mereka disuruh kembali ke dia, jika punya uang dua ribu rupiah.
Dua ribu rupiah, separuh harga dari ongkos Tanjung Priok - Depok. Dua ribu rupiah, separuh harga untuk setiap jam nya dari rental internet yang hampir setiap hari dalam waktu berjam-jam saya lakukan. Dua ribu rupiah, harga 1 botol air mineral, yang dalam sehari bisa saya konsumsi minimal 2 botol. Dua ribu rupiah, harga 2 buah batere untuk diskman yang biasa menemani aktivitas saya. Dua ribu rupiah, 1/12 dari harga voucher 20 ribu yang biasa saya isi ulang 2 minggu sekali. Dua ribu rupiah, 1/70 dari harga sepatu yang baru saya beli. Dua ribu rupiah, 1/200 harga makanan untuk satu porsinya dari makanan yang baru
saja mengisi perut saya. Dua ribu rupiah, 1/1317 yang kawan saya bayarkan dari makanan yang baru saja kami konsumsi ber-enam! Dua ribu rupiah... Yang menyebabkan dua orang anak memilih untuk meminum obat serangga, daripada menahan rasa lapar! Huek, huek, huek!!!
Saya kembali ke meja tempat kami makan. Dengan alasan tidak enak badan, saya minta ijin untuk pulang duluan. Jelas kawan-kawan saya heran, karena dari berangkat hingga makan tadi, saya dalam kondisi yang sangat baik. Tapi saya tidak terlalu memperdulikan keheranan mereka, yang saya pikirkan hanya cepat-cepat keluar dari tempat yang membuat saya semakin mual. Mengetahui bahwa kawan saya telah memiliki rencana dari Hilton ini, maka saya menolak untuk diantar, dengan dalih saya akan menggunakan taksi. Tanpa menunggu lama, saya cepat-cepat pamit dan keluar dari tempat itu. di pintu utama, saya menunggu
taksi yang telah di panggil oleh office boy, tapi begitu taksi tiba, saya mengurungkan niat untuk menggunakan taksi tersebut, saya memilih untuk berjalan kaki ke tempat menunggu bis.
Ketika, saya tiba di rumah, saya langsung menuju ke toilet (lagi!), dan huek-huek-huek.... Saya mencoba memuntahkan makanan, yang kalau-kalau masih tersisa di perut ini.
Masya Alloh..... Saya merasa begitu hina, karena sering menganggap remeh uang dua ribu rupih. Saya merasa begitu bodoh, karena terlalu gampang menghamburkan uang dua ribu rupiah. Saya merasa begitu dungu, karena hampir saja melakukan
kebodohan kembali dengan menggunakan taksi yang argonya mungkin hampir 10 kali lipat dari dua ribu rupiah. Saya merasa sangat berdosa, karena telah mengkonsumsi makanan 200 kal i lipat dari dua ribu rupiah.
sumber:Sumber:www.mrcoppas.com/